"Terkait OTT (operasi tangkap tangan) KPK pada 30 Desember 2016 lalu, hari ini diagendakan pemriksaan 36 saksi di Polres Klaten, unsurnya ada pejabat daerah dari berbagai level, ada pegawai negeri sipil dan swasta, hingga kepala sekolah dasar dan staf kecamatan, para saksi ini kami dalami lebih lanjut terkait perkara yang ditangani," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Para saksi itu diduga mengetahui dugaan pemberian dana kepada Bupati Klaten Sri Hartini yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
"Tentu diklarifikasi peran masing-masing saksi apakah pernah dimintai uang oleh pihak-pihak tertentu di Klaten atau ada perantara atau pernah memberikan atau ada komunikasi lain, itu yang jadi bahan pemeriksaan," tambah Febri.
Bupati Klaten Sri Hartati yang diduga menerima uang senilai Rp2,08 miliar dan 5.700 dolar AS serta 2.035 dolar Singapura untuk penempatan jabatan sejumlah pihak di lingkungan pemkab Klaten.
Selain itu, penyidik KPK juga menemukan uang Rp3,2 miliar di rumah dinas Sri Hartini. Uang Rp3 miliar ditemukan di kamar anak bupati sedangkan sisanya berada di kamar Hartini.
"Dari proses penyitaan di Klaten, diindikasikan banyak pihak terkait pengisian jabatan ini, yang harus didalami lebih lanjut juga mengenai catatan keuangan yang didapat saat penggeledahan karena KPK menduga tidak hanya satu dinas saja yang terlibat," ungkap Febri.
KPK sudah menggeledah rumah dins bupati, rumah pribadi Bupati, rumah satu satu saksi, kantor bupati, kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan kantor inspektorat.
Dalam perkara ini Sri disangkakan pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sementara tersangka pemberi suap adalah Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten Suramlan dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a dan atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat satu tahun dan lama lima tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Editor: Hence Paat
COPYRIGHT © ANTARA 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar