Kepala Bidang (Kabid) BNNP Gorontalo Maria Jeanne Tanzil di Gorontalo, Kamis, mengatakan bahwa pecandu narkoba yang direhabilitasi itu berasal dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, pengemudi becak motor, masyarakat maupun siswa SMP, SMA dan anak putus sekolah.
"Jadi para pecandu ini tidak hanya menggunakan sabu-sabu saja, tapi ada juga yang menggunakan bahan adiktif seperti lem, pil Y, tramadol dan obat batuk," ucapnya.
Maria mengatakan rawat inap saat ini belum terlalu efisien karena masih terkendala tempat yang terletak cukup jauh.
"Untuk rawat inap sukarela mungkin tidak masalah, namun untuk rawat inap kompulseri untuk proses hukum ditakutkan pengamanannya belum terlalu baik, jadi penyidik masih ragu untuk membawa pecandu untuk melakukan rehabilitasi rawat inap kompulseri di sana," ungkap dia.
Sedangkan untuk rawat jalan, ia mengatakan masih ada sedikit keterbatasan dari jasa medis. Karena BNNP hanya memiliki satu dokter, satu konselor adiksi dan keterbatasan bangunan sarana prasarana.
"Di balik berbagai keterbatasan, kami berusaha semaksimal mungkin untuk melayani, seperti mulai mengarsipkan satu persatu data rekam medisnya," kata dia.
BNNP juga sudah memiliki Sistem Rehabilitasi Narkotika (SIRENA) yaitu merekam kesepuluh sidik jari para klien yang direhabilitasi yang telah dalam jaringan (daring) di seluruh Indonesia.
"Untuk datanya sudah lumayan akurat, tinggal proses konselingnya untuk datang kesini, terkadang mereka terkendala dengan waktu karena ada yang sudah kerja maupun bersekolah dan juga ada faktor keluarga," pungkas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar