Revisi UU Narkotika sudah menjadi Program Legislasi Nasional Prioritas 2018 dalam pembahasan UU di DPR RI. Untuk itu, perlu mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan pembahasan revisi UU ini, kata Taufik dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.
Ia menilai revisi itu mendesak, melihat situasi peredaran dan penyelundupan narkoba akhir-akhir ini yang membuat gelisah seluruh pihak.
Taufik mencontohkan terungkapnya penyelundupan narkotika jenis sabu-sabu sekitar 3 ton di Kepulauan Riau pada pekan lalu, itu menunjukkan bahwa Indonesia dinilai sudah darurat narkotika.
Undang-Undang Narkotika saat ini, menurut dia, sudah lemah dalam memberikan efek jera kepada para bandar maupun pengedar narkoba sehingga perlu direvisi untuk penguatan pada pemberantasan narkotika.
Ia menilai lemahnya aturan dalam UU Narkotika itu menyebabkan penyelundupan narkoba makin meningkat dengan berbagai jenis modus operandi.
Menurut dia, karena narkotika merupakan kejahatan luar biasa atau "extraordinary crime", harus ada UU yang harus memberi sanksi tegas pada para bandar hingga pengedar.
Narkoba merupakan salah satu tindak pidana khusus. Akan tetapi, regulasinya belum memberikan efek jera dan sanksi yang kuat bagi bandar maupun pengedar. Apalagi, kini banyak jenis narkoba yang tidak masuk dalam UU Narkotika, katanya.
Taufik menilai apabila pemerintah tidak siap untuk menyampaikan draft RUU Narkotika, DPR siap mengambil alih inisiatif revisi UU Narkotika.
Hal itu, menurut dia, mengingat UU tersebut sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas sehingga dinilai sudah sangat mendesak.
Jika pemerintah tidak sanggup menyelesaikan revisi UU Narkoba, DPR siap ambil alih inisatif revisi UU ini agar dapat segera diselesaikan, ujarnya.
Apabila UU Narkotika tidak segera diselesaikan pada tahun ini, kata Taufik, pada tahun 2019 dilaksanakan pemilu anggota legislatif, diperkirakan baru dibahas dengan anggota DPR periode 2019-2024.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar