Meskipun, Mendagri sebenarnya sudah mendapat `isyarat` dari KPK pada saat dirinya mengikuti rapat dengan pimpinan KPK di Jakarta, Senin (26/2).
"Terkadang teman-teman di daerah itu tidak tanggap. Dua hari lalu saya diundang rapat pimpinan KPK, kemudian minta diajak juga Penjabat Sementara Gubernur Sultra (Teguh Setyabudi). Kemudian kemarin baru publikasi besar-besaran di media soal Mendagri dan Gubernur Sultra di KPK. Kok ya tadi subuh, salah satu calon gubernur Sultra kena OTT bersama dengan Wali Kota Kendari."
"Sedihnya, cagub dan walkot itu bapak dan anak," kata Tjahjo saat menghadiri Perjanjian Kerja Sama Koordinasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) terkait Indikasi Korupsi di Jakarta, Rabu.
Namun, tambahnya, para kepala daerah seringkali tidak tanggap akan bidikan KPK terhadap daerah-daerah yang diduga terjadi tindak pidana korupsi. Mendagri mengatakan KPK saat ini setidaknya membidik 360 daerah di 22 provinsi yang disinyalir rawan korupsi.
"Lokus kegiatan KPK arahnya ke 360 pemerintah daerah kabupaten-kota, hampir seluruh daerah ada," kata Tjahjo.
Selama ini selalu ada imbauan dari Pemerintah dan aparat penegak hukum, bahkan telah diberikan pemahaman area korupsi dari Tim Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Kopsurgah) KPK, mengenai area rawan korupsi di pemerintahan daerah.
"Ya kami sedih dan prihatin, ya mau ngomong apa lagi. Sudah ada imbauan, peringatan mulai dari Presiden (Joko Widodo) sampai kepolisian," tambahnya.
KPK menangkap Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan Calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun atas dugaan tindakan korupsi di Kendari. Asrun adalah mantan wali kota Kendari selama dua periode (2007 - 2012 dan 2012 - 2017) dan sekaligus ayah kandung Adriatma.
Berdasarkan pantauan Antara di Kendari, Asrun dan Adriatma ditangkap bersama dengan lima orang lain, yang salah satunya adalah pengusaha pemilik distributor cat di Kendari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar